Yogyakarta, 13 Januari 2025 – Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (DPD IMM DIY) mengikuti kegiatan “Talkshow dan Launching Buku Bangkitnya Kewirausahaan Sosial: Kisah Muhammadiyah.” Kegiatan ini diselenggarakan oleh Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU) yang juga bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dalam rangka mengakselerasi upaya Jihad Ekonomi
Muhammadiyah.
Kegiatan yang berlangsung di Aula Museum Muhammadiyah kompleks Kampus UAD Terpadu ini juga dihadiri oleh tokoh-tokoh penting, di antaranya Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si. selaku Ketua Umum PP Muhammadiyah, M. Arsjad Rasjid, P.M. sebagai Ketua Umum KADIN Indonesia, penulis buku “Bangkitnya Kewirausahaan Sosial: Kisah Muhammadiyah,” dan tokoh-tokoh penting lainnya.
Dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal Serikat Usaha Muhammadiyah, Ghufron Mustaqim menyampaikan bahwa Muhammadiyah adalah social enterprise tertua. Oleh karena itu, sudah selayaknya Muhammadiyah dapat mengembangkan kewirausahaan sosial yang lebih kuat dan berdampak luas bagi masyarakat. Hal ini sangat sejalan dengan kemandirian ekonomi yang merupakan pilar dakwah ketiga Muhammadiyah setelah pendidikan dan kesehatan. Kemandirian ekonomi adalah perwujudan pemenuhan kebutuhan entitas sehingga tidak bergantung secara finansial kepada entitas lain, baik pada level individu, kelompok, maupun negara.
M. Arsjad Rasjid dalam sambutannya menegaskan bahwa usaha sosial (social enterprise) tidak hanya untuk mencari keuntungan, tetapi juga untuk mengatasi permasalahan sosial yang ada di masyarakat, seperti kesenjangan ekonomi dan sosial, sulitnya akses kesehatan, ketimpangan pendidikan, isu lingkungan, dan masih banyak lagi.
M. Arsjad Rasjid juga menuturkan bahwa perbedaan bisnis sosial dan bisnis biasa adalah prinsip “Profit for Impact”, sehingga tidak hanya berbicara soal keuntungan, tetapi juga dampak positif terhadap masyarakat. Usaha sosial ini tidak hanya bergantung pada donasi, tetapi juga bersifat berkelanjutan untuk menghasilkan dampak yang terus-menerus. Hal ini telah dicontohkan oleh Muhammadiyah.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir menjelaskan bahwa Muhammadiyah menjalankan amal usaha melalui dua dimensi, yaitu dimensi amaliyah dan dimensi usaha. Dimensi amaliyah adalah melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan keuntungan, seperti infaq, zakat, dan sedekah. Sedangkan dimensi usaha adalah melakukan sesuatu dengan memperhitungkan efisiensi dan profit untuk mewujudkan kemandirian. Hal ini sudah sejak lama dilakukan oleh Muhammadiyah sehingga menjadi organisasi yang mandiri.
“Berbagai amal usaha pendidikan maupun kesehatan yang selama ini menjadi ujung tombak layanan masyarakat merupakan ekspresi komitmen kuat Muhammadiyah untuk menyelenggarakan kegiatan layanan masyarakat di berbagai bidang tanpa mengabaikan aspek ekonomi untuk memastikan keberlangsungan layanan tersebut. Pengelolaan setiap amal usaha ditujukan untuk memastikan layanan kemasyarakatan berjalan dengan baik dengan diiringi manajemen pengelolaan yang profesional maupun program-program ekonomi yang berorientasi pada aspek sosial. Setiap layanan dilakukan sebaik-baiknya, dan setiap keuntungan yang diperoleh dikembalikan kepada peningkatan kualitas layanan serta kemanfaatan sosial-keagamaan lainnya,” imbuhnya.
Sebagai penutup, Prof. Haedar Nashir berpesan untuk memposisikan cara berpikir ekonomi kita kepada ekonomi kerakyatan dan ekonomi terdidik. Buku “Bangkitnya Kewirausahaan Sosial: Kisah Muhammadiyah” diharapkan menjadi pendorong untuk pengembangan entrepreneur yang mengutamakan kepentingan umat, masyarakat, dan bangsa.
Oleh: Afrian Zakaria (Kabid Ekonomi dan Kewirausahaan)