Yogyakarta, 11 Januari 2025 – Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (DPD IMM DIY) menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) untuk mengkaji lebih dalam mengenai Standar Operasional Prosedur Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (SOP PPKS) yang rencananya akan diterapkan dalam lingkup organisasi IMM DIY. Acara ini tidak hanya berfungsi untuk menggali masukan dan langkah-langkah inklusif terkait SOP PPKS, tetapi juga untuk merumuskan solusi tepat guna bagi penerapannya di masa mendatang.
Kegiatan yang berlangsung di Ruang Rapat Gedung DPD RI DIY ini menghadirkan sejumlah tokoh penting. Ketua Umum DPD IMM DIY, Muhammad Taufiq Firdaus, membuka acara dengan menyampaikan pentingnya penyusunan SOP PPKS yang tidak hanya normatif, tetapi juga relevan dengan kebutuhan dan dinamika internal organisasi, maupun masyarakat luas. Hal ini diharapkan dapat memberi dampak positif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan seksual, baik di kampus maupun di luar kampus.
Sambutan lain disampaikan oleh Ketua PWA DIY, Dr. Widiastuti, S.Ag., M.M., yang menekankan pentingnya pendekatan yang komprehensif dalam pencegahan kekerasan seksual. Menurutnya, SOP PPKS tidak boleh dilihat sebagai dokumen administratif semata, melainkan sebagai instrumen yang mengarah pada perubahan budaya dan perilaku dalam berorganisasi.
Keynote speech dari anggota DPD RI DIY, Ir. Ahmad Syauqi Soeratno, M.M., turut memberikan pandangan kritis mengenai masalah kekerasan seksual yang semakin marak terjadi di kalangan mahasiswa. Dalam pesannya, Syauqi mengajak seluruh pihak untuk tidak hanya menunggu regulasi, tetapi proaktif mengembangkan kesadaran kolektif terhadap pentingnya pencegahan kekerasan seksual sejak dini.
Sebagai pengantar, terdapat penyampaian mini research report yang dijelaskan oleh Immawati Afkari Zulaiha Rahmadiani, Sekretaris Bidang Immawati DPD IMM DIY. Penyampaian mini research report menjadi bagian penting dalam rangkaian FGD, karena memberikan dasar empiris yang kuat untuk mendiskusikan dan merumuskan SOP PPKS yang lebih aplikatif dan relevan dengan realita yang ada. Dengan informasi yang didapatkan dari penelitian tersebut, peserta diskusi dapat lebih memahami konteks dan urgensi dari pembuatan SOP PPKS yang berbasis kebutuhan riil di lapangan.
Kemudian dilanjutkan dengan presentasi atau review SOP PPKS yang dipandu oleh Immawati Iefone Shiflana Habiba, selaku Ketua Bidang Immawati DPD IMM DIY. Iefone menjelaskan bahwa SOP PPKS ini harus terdiri dari berbagai elemen, termasuk tahapan pencegahan, mekanisme pelaporan, dan penanganan kasus kekerasan seksual. Iefone juga menggarisbawahi pentingnya pembentukan sistem yang transparan, dan responsif terhadap kebutuhan korban, serta penyediaan saluran komunikasi yang aman.
Focus group discussion ini diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi yang lebih konkret, tak hanya berupa dokumen SOP, tetapi juga langkah-langkah strategis yang aplikatif dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual di kalangan mahasiswa. Namun, meskipun langkah-langkah ini patut diapresiasi, penting untuk tetap mengkritisi apakah SOP yang disusun dapat mengakomodasi semua bentuk kekerasan seksual yang ada, serta sejauh mana implementasinya dapat dipantau dan dievaluasi secara berkala. Upaya untuk menjadikan SOP PPKS sebagai instrumen yang efektif memerlukan komitmen bersama untuk selalu merefleksikan dan menyesuaikan kebijakan dengan dinamika yang ada di masyarakat.