Salah Kaprah Pluralisme

Aku termasuk salah satu orang yang kalau dengar pluralisme agama selalu ngomong: halah! Bahkan sampai pada level gak mau tahu. Siapapun yang ngomong dan jelasin tentang pluralisme, bahkan tokoh Muhammadiyah sekalipun.

Tapi dalam acara Baitul Arqam kemarin, salah satu materinya adalah pluralisme, lebih tepatnya “Pluralisme Agama dalam Muhammadiyah”. Pematerinya doktor, dosen filsafat UIN Sunan Kalijaga. Tampilannya sederhana, celana jeans, dan make sandal. Tanpa make power point. Terlihat gak meyakinkan.

Gaya bicaranya santai, cengengesan, banyak becanda. Tapi, asumsi “halah!” langsung hilang di pokok materi pertama yang beliau sampaikan. Bahwa Pluralisme itu sederhana, tidak se-naif dan se-“tai kucing” biasanya. Dan, Muhammadiyah sudah melakukannya, jauh2 hari!

Sekiranya ada 4 hal penting, yang tidak boleh kita lupakan dan menjadi dasar dari pluralisme itu sendiri. Empat hal itu, tidak pernah terakomodasi oleh orang-orang yang selalu ngeluarin jargon “pluralisme”. Selalu dilupakan oleh orang-orang yg mendaku “agen pluralisme” itu.

Hal yang pertama, pembuktian. Berupa tindakan, implementasi, bukan klaim semata. Dibuktikan dalam bermasyarakat, dalam kehidupan nyata, dan yang pasti, dalam “muamalah duniawiyat”. Contoh sederhana, MDMC, turut mendampingi pengungsi Syiah yang terkena dampak dari konflik di Sampang.

Kedua, pluralisme merupakan “kelanjutan” dari kosmopolitanisme, yang kemudian konsensusnya tidak hanya mengakui perbedaan namun juga menghadirkan interaksi kepada golongan lainnya, berdialog secara kontinyu. Jadi, bukan sekadar “oke, cukup tahu kalau di dunia ini ada kamu”. Loh, he!

Ketiga, pluralisme bukan relativisme, beda. Bukan kemudian “semuanya adalah sama”, bukan juga “baik-buruk tergantung orangnya”. Tidak kemudian menyamaratakan hakikatnya, dan menganggap “kita cuma beda cara saja kok”. Tidak!

Keempat, juga bukan sinkretisme yang mencampuradukkan “perbedaan” tersebut, dan hasilnya membuat “pembenaran” baru. Padahal, ada prinsip dalam Agama yang tidak memungkinkan untuk hal itu. Sekurangnya ada 3 hal yakni Akidah, Ibadah, dan Akhlak.

Nah, coba kemudian kita menengok sedikit kemarin. Nilai pluralisme telah di/me/ter-reduksi ke dalam hal yang salah kaprah. Ada hal-hal yang menjadi ruh dari nilai tersebut, kemudian menjadi sederhana. Ada batas-batas yang kemudian terlanggar, yang muaranya adalah kepentingan.

*Alief Yoga merupakan Sekretaris DPD IMM DIY Bidang Kader.

*disadur dari utas tweet @aliefyogadh

Sulaiman Said
Latest posts by Sulaiman Said (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *