Muhammadiyah, IMM, dan Gerakan Keilmuan

Oleh: Ari Susanto*

Ada ungkapan, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah generasi intelektual Muhammadiyah. Hal ini didasarkan pada keanggotaan IMM berbasis mahasiswa yang dekat dengan kultur akademik atau wacana keilmuan. ungkapan demikian bukan berarti menafikkan ortom yang lain ya. Sebab siapa saja mengenyam bangku kuliah membawa obor keintelektualan.

Berbicara tentang keilmuan, sejatinya organisasi besar kita “Muhammadiyah” sudah meletakkan dasar itu sejak dulu kala. Ya, dapat kita lihat dari keuletan Kiyai Ahmad Dahlan, sang pendiri Muhammadiyah, terlibat aktif dalam mengejar ilmu pengetahuan. Bahkan pondasi keilmuan itu ditanamkan dalam bentuk Lembaga, yang saat ini di kenal dengan istilah “sekolah”.

KHA Dahlan bergerak dengan ilmu, maka sangat jelas di dalam catatan Kiai Sujda’ dalam buku 7 Falsafah dan 17 Ajaran Kiai Haji Ahmad Dahlan, bahwa ada satu falsafah yang perlu diperhatikan yaitu falsafah ilmu dan amal. Menurut keterangan Kiai Sudja’ itulah falsafah yang selalu diajarkan oleh KHA Dahlan kepada murid-muridnya.

Belakangan, era abad 20-an, Buya Ahmad Syafii Maarif mencetuskan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan keilmuan. Karena, kita sadari bersama ilmu telah menjadi kunci kemajuan peradaban manusia. Dengan ilmu itulah organisasi dapat menggapai kemajuan-kemajuan dalam konteksnya kelas.

Seingat saya, salah satu putusan Muktamar Muhammadiyah ke – 47 di Makasar salah satu point penting yang dihasilkan adalah menegaskan bahwa Muhammadiyah bertanggungjawab atas masyarakat ilmu. Ditengah kepungan disinformasi kebangsaan, Muhammadiyah menegaskan diri sebagai organisasi yang mencerdaskan melalui literasi, yang dikenal dengan masyarakat ilmu.

Sebagaimana saya sebutkan tadi, ilmu adalah kunci kemajuan. KHA Dahlan mampu melakukan revolusi pemikiran dan gerakan karena ilmu. Kedalaman keilmuan keagamaan KHA Dahlan mampu melakukan perubahan-perubahan mendasar bagi kehidupan masyarakat.

Pendek kata, dengan ilmu kita mampu memahami ulang dan merumuskan gerakan baru. Jika mengikuti istilah Muhammadiyah yaitu mampu berijtihad (memahami ulang) dan tajdid (pembaharuan atau gerakan baru). ilmu telah mempengaruhi corak pemikiran dan gerakan.

Identitas Keilmuan IMM

Seringkali saya menyebutkan, bahwa basis kaderisasi IMM itu bertumpu pada penguatan keilmuan. Ilmu itu kunci, menjadi alat pembuka kemajuan. Dan identitas itu tertuang diberbagai nomenklatur resmi IMM, seperti Mars IMM, Enam Penegasan IMM, AD IMM, Tri kopetensi, trilogy dan Selogan IMM.

Mars IMM lebih menggunakan istilah “Cendekiawan Berpribadi”, Enam Penegasan “Ilmu Amaliyah, Amal Ilmiah”, “Mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia…”, tri kopetensi “Intelektualitas, Religiusitas, Humanitas”, trilogi “Kemahasiswaan, Keagamaan, Kemasyarakatan” dan Selogan IMM “Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual”. Semua ini menjadi dasar atau identitas kader IMM harus memiliki keilmuan yang kuat, serta memiliki moral yang baik dan tidak terlepas dari amal-amal (karya).

Maka tidak salah, jika pengkaderan IMM diarahkan pada menguatan kualitas kader IMM pada penguatan keilmuan sebagai kunci kemajuan IMM. Kita menyadari bahwa gagasan besar di dunia ini didasari atas semangat keilmuan yang tinggi. Hingga puncaknya industrialisasi dan teknologi Informasi hadir pada detik ini.

Seringkali ada pertanyaan, “mana yang harus didahulukan antara semua nilai itu (keilmuan, akhlak, amal)?. Tentu kita harus menjawabnya, mengapa anda menanyakan demikian, bukannya semua bisa saling berkoneksi secara bersamaan. Cobalah menggunakan pendekatan keterkaitan “Interkoneksi”.

Maka saya selalu menghimbau kepada pimpinan komisariat, sebagai panglima pengendali kader IMM yang utama dan pertama. Segala program tingkat komisariat harus diarahkan dan diarus utamakan pada penguatan kader dalam keilmuan. Mau tidak mau itu harus diterapkan. Tentu ada pertimbangan lainnya lagi, misalnya dari pada kita ngumpulin anggaran buat seminar sekali jadi, mending kita beli buku sebanyak-banyaknya untuk bahan bacaan dan diskusi di tingkat komisariat, dan ini akan berguna sampai waktu yang lama tentunya.

saya melihat, isu gerakan di IMM sanagat beragam, seperti isu lingkungan, pemberdayaan, kesehatan, gender, ekonomi, dan lain sebagainya. Tentu kita sadari ini bagian dari pergeseran pasca tahun 1998 ya. dulu ada satu perlawanan tunggal sebagai common enemy (musuh bersama) yaitu penguasa tirani yang korup. Pasca reformasi, domokrasi semakin terbuka, menyebabkan pergeseran isu. Maka wajar, ukuran gerakan sulit diukur keberhasilannya saat ini, kalua dulu mungkin mudah demo dijalan untuk menurunkan penguasa korup.

Multitafsir gerakan menjadi biasa terjadi, kita bisa melihat itu dari semua isu yang ada. Sehingga gerakan mahasiswa merespon semua isu menjadi hal yang biasa dan lumrah terjadi di era kekinian. Namun demikian, seiring berjalannya demokrasi, gerakan Mahasiswa tetap menjadi nomor satu sebagai penguasa jalanan, melayangkan protes pada penguasa. Waktu menjadi mahasiswa dulu dan sekarang juga sudah berbeda, dulu puluhan tahun biasa, saat ini 6 tahun harus selesai strata satu.

Ada satu hal yang tidak boleh dilupakan selain identitas penguasa jalanan, dimanakah anda ingin berlabu memberikan kontribusi akan kemajuan bangsa dan negara. Maka tak heran, jika alumni IMM bertebaran diberbagai bidang untuk terus bergerak, ada yang di Muhammadiyah, Lembaga sosial, Lembaga riset, Lembaga negara, Lembaga masyarakat, dan lain sebagainya. Nah disinilah konsep amal yang sesungguhnya diusahakan dengan peran yang lebih besar, terukur dan sistematis.

Dalam konteks inilah, IMM sangat membutuhkan ilmu sebagai kunci pembawa kemajuan peradaban bangsa dan negara. IMM harus mengambil peran untuk berkontribusi nyata atas kemajuan bangsa. Marilah kita mencontoh KHA Dahlan, Beliau Protes atas sikap kolonialisme, namun disaat yang sama berkarya membangun keunggulan masyarakat dengan amal nyata.

Maka dengan demikian, tepat para pendiri IMM dan penerus IMM merumuskan gerakannya pada keilmuan, akhlak dan amal. Meminjam Bahasa populernya dapat kita artikan menjadi iman, ilmu dan amal. Iman sebagai keyakinan/akhlak, ilmu sebagai alat/kunci, amal sebagai karya nyata untuk bangsa dan negara.

Masa Depan Kita

Tantangan kita, era sekarang semakin kompleks. Pasca reformasi perubahan-berubahan terus terjadi pada negara ini. Hadirnya teknologi dan informasi semakin menambah kericuhan di alam demokrasi kita. Dengan mudah siapapun saat ini melayangkan protes atas pendapatnya. Siapa saja bisa berkata atau bahkan menjadi pakar baru. Lihatlah kekumuhan media sosial kita, banyak mencaci, memaki, menyebarkan berita bohong, fake news dan bahkan menjadi tempat curhatan.

IMM tidak boleh terjebak pada wilayah komentator tersebut. IMM harus membekali kadernya menjadi pribadi yang unggul, akhlak, ilmu dan amalnya harus selalu selaras, termasuk bijak menggunakan media sosial. mari kita ikuti nasehat “sedikit bicara, banyak bekerja” dan biarkan hasil kerja kita yang berbicara. Atau menjadi komentator yang substantif dan mencari solusi sekaligus jauh lebih baik, dibandingkan komentator-komentator pada umumnya.

Jika IMM ingin memberikan kontribusi yang besar pada bangsa dan negara, maka mulailah setting gerakan keilmuan menjadi prinsip utama dalam gerakan. Hal ini selaras, jika melihat isu-isu yang ditanggapi oleh IMM khususnya, gerakan mahasiswa pada umumnya, keilmuan maun tidak mau harus menjadi kunci. Karena ia menjadi alat baca sekaligus alat menuju kemajuan. Peradaban di dunia ini digerakkan dengan ilmu, yang merupakan manifestasi dari ide dan gagasan. Dengan ilmu, Pembacaan gerakan menjadi lebih akurat, tersetruktur, sistematis dan mampu memerankan dirinya dalam gerakan yang lebih luas pasca berIMM.

*Ari Susanto, Ketua DPP IMM.

Sulaiman Said
Latest posts by Sulaiman Said (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *